SELAMAT DATANG

Sinar Mentari Oke

Selasa, 18 September 2012

Kisah Abu Nawas

Pesan Bagi Para Hakim

Siapakah Abu Nawas? Tokoh yang dinggap badut namun juga dianggap ulama
besar ini sufi, tokoh super lucu yang tiada bandingnya ini aslinya orang Persia
yang dilahirkan pada tahun 750 M di Ahwaz meninggal pada tahun 819 M di
Baghdad. Setelah dewasa ia mengembara ke Bashra dan Kufa. Di sana ia belajar
bahasa Arab dan bergaul rapat sekali dengan orang-orang badui padang pasir.
Karena pergaulannya itu ia mahir bahasa Arab dan adat istiadat dan kegemaran orang Arab”, la juga pandai bersyair, berpantun dan menyanyi. la sempatpulang ke negerinya, namun pergi lagi ke Baghdad bersama ayahnya, keduanya menghambakan diri kepada Sultan Harun Al Rasyid Raja Baghdad.
Mari kita mulai kisah penggeli hati ini. Bapaknya Abu Nawas adalah Penghulu
Kerajaan Baghdad bernama Maulana. Pada suatu hari bapaknya Abu Nawas yang sudah tua itu sakit parah dan akhirnya meninggal dunia.
Abu Nawas dipanggil ke istana. la diperintah Sultan (Raja) untuk mengubur
jenazah bapaknya itu sebagaimana adat Syeikh Maulana. Apa yang dilakukan
Abu Nawas hampir tiada bedanya dengan Kadi Maulana baik mengenai tatacara memandikan jenazah h ingga mengkafani, menyalati dan mendo’akannya, maka Sultan bermaksud mengangkat Abu Nawas menjadi Kadi atau penghulu menggantikan kedudukan bapaknya.
Namun… demi mendengar rencana sang Sultan.

Tiba-tiba saja Abu Nawas yang cerdas itu tiba-tiba nampak berubah menjadi
gila.
Usai upacara pemakaman bapaknya. Abu Nawas mengambil batang sepotong
batang pisang dan diperlakukannya seperti kuda, ia menunggang kuda dari ba-
tang pisang itu sambil berlari-lari dari kuburan bapaknya menuju rumahnya.
Orang yang melihat menjadi terheran-heran dibuatnya.
Pada hari yang lain ia mengajak anak-anak kecil dalam jumlah yang cukup
banyak untuk pergi ke makam bapaknya. Dan di atas makam bapaknya itu ia
mengajak anak-anak bermain rebana dan bersuka cita.
Kini semua orang semakin heran atas kelakuan Abu Nawas itu, mereka
menganggap Abu Nawas sudah menjadi gila karena ditinggal mati oleh
bapaknya.
Pada suatu hari ada beberapa orang utusan dari Sultan Harun Al Rasyid datang menemui Abu Nawas.
“Hai Abu Nawas kau dipanggil Sultan untuk menghadap ke istana.” kata wazir
utusan Sultan.
“Buat apa sultan memanggilku, aku tidak ada keperluan dengannya.”jawab Abu Nawas dengan entengnya seperti tanpa beban.
“Hai Abu Nawas kau tidak boleh berkata seperti itu kepada rajamu.”
“Hai wazir, kau jangan banyak cakap. Cepat ambil ini kudaku ini dan mandikan
di sungai supaya bersih dan segar.” kata Abu Nawas sambil menyodorkan
sebatang pohon pisang yang dijadikan kuda-kudaan.
Si wazir hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Abu Nawas.
“Abu Nawas kau mau apa tidak menghadap Sultan?” kata wazir
“Katakan kepada rajamu, aku sudah tahu maka aku tidak mau.” kata Abu
Nawas.
“Apa maksudnya Abu Nawas?” tanya wazir dengan rasa penasaran.
“Sudah pergi sana, bilang saja begitu kepada rajamu.” sergah Abu Nawas
sembari menyaruk debu dan dilempar ke arah si wazir dan teman-temannya.
Si wazir segera menyingkir dari halaman rumah Abu Nawas. Mereka laporkan
keadaan Abu Nawas yang seperti tak waras itu kepada Sultan Harun Al Rasyid.
Dengan geram Sultan berkata,”Kalian bodoh semua, hanya menghadapkan Abu
Nawas kemari saja tak becus! Ayo pergi sana ke rumah Abu Nawas bawa dia
kemari dengan suka rela ataupun terpaksa.”
Si wazir segera mengajak beberapa prajurit istana. Dan dengan paksa Abu
Nawas di hadirkan di hadapan raja.
Namun lagi-lagi di depan raja Abu Nawas berlagak pilon bahkan tingkahnya
ugal-ugalan tak selayaknya berada di hadapan seorang raja.
“Abu Nawas bersikaplah sopan!” tegur Baginda.
“Ya Baginda, tahukah Anda….?”
“Apa Abu Nawas…?”
“Baginda… terasi itu asalnya dari udang !”
“Kurang ajar kau menghinaku Nawas !”
“Tidak Baginda! Siapa bilang udang berasal dari terasi?”
Baginda merasa dilecehkan, ia naik pitam dan segera memberi perintah kepada para pengawalnya. “Hajar dia ! Pukuli dia sebanyak dua puluh lima kali”
Wah-wah! Abu Nawas yang kurus kering itu akhirnya lemas tak berdaya dipukuli tentara yang bertubuh kekar.
Usai dipukuli Abu Nawas disuruh keluar istana. Ketika sampai di pintu gerbang
kota, ia dicegat oleh penjaga.
“Hai Abu Nawas! Tempo hari ketika kau hendak masuk ke kota ini kita telah
mengadakan perjanjian. Masak kau lupa pada janjimu itu? Jika engkau diberi
hadiah oleh Baginda maka engkau berkata: Aku bagi dua; engkau satu bagian,
aku satu bagian. Nah, sekarang mana bagianku itu?”
“Hai penjaga pintu gerbang, apakah kau benar-benar menginginkan hadiah
Baginda yang diberikan kepada tadi?”
“lya, tentu itu kan sudah merupakan perjanjian kita?”
“Baik, aku berikan semuanya, bukan hanya satu bagian!”
“Wan ternyata kau baik hati Abu Nawas. Memang harusnya begitu, kau kan
sudah sering menerima hadiah dari Baginda.”
Tanpa banyak cakap lagi Abu Nawas mengambil sebatang kayu yang agak besar lalu orang itu dipukulinya sebanyak dua puluh lima kali.Tentu saja orang itu menjerit-jerit kesakitan dan menganggap Abu Nawas telah menjadi gila.
Setelah penunggu gerbang kota itu klenger Abu Nawas meninggalkannya begitu saja, ia terus melangkah pulang ke rumahnya.
Sementara itu si penjaga pintu gerbang mengadukan nasibnya kepada Sultan
Harun Al Rasyid.
“Ya, Tuanku Syah Alam, ampun beribu ampun. Hamba datang kemari
mengadukan Abu Nawas yang teiah memukul hamba sebanyak dua puluh lima
kali tanpa suatu kesalahan. Hamba mohom keadilan dari Tuanku Baginda.”
Baginda segera memerintahkan pengawal untuk memanggil Abu Nawas. Setelah Abu Nawas berada di hadapan Baginda ia ditanya.”Hai Abu Nawas! Benarkah kau telah memukuli penunggu pintu gerbang kota ini sebanyak dua puluh lima kali pukulan?”
Berkata Abu Nawas,”Ampun Tuanku, hamba melakukannya karena sudah
sepatutnya dia menerima pukulan itu.”
“Apa maksudmu? Coba kau jelaskan sebab musababnya kau memukuli orang
itu?” tanya Baginda.
“Tuanku,”kata Abu Nawas.”Hamba dan penunggu pintu gerbang ini telah
mengadakan perjanjian bahwa jika hamba diberi hadiah oleh Baginda maka
hadiah tersebut akan dibagi dua. Satu bagian untuknya satu bagian untuk saya.
Nah pagi tadi hamba menerima hadiah dua puluh lima kali pukulan, maka saya
berikan pula hadiah dua puluh lima kali pukulan kepadanya.”
“Hai penunggu pintu gerbang, benarkah kau telah mengadakan perjanjian
seperti itu dengan Abu Nawas?” tanya Baginda.
“Benar Tuanku,”jawab penunggu pintu gerbang.
“Tapi hamba tiada mengira jika Baginda memberikan hadiah pukulan.”
“Hahahahaha IDasar tukang peras, sekarang kena batunya kau!”sahut
Baginda.”Abu Nawas tiada bersalah, bahkan sekarang aku tahu bahwa penjaga pintu gerbang kota Baghdad adalah orang yang suka narget, suka memeras orang! Kalau kau tidak merubah kelakuan burukmu itu sungguh aku akan memecat dan menghukum kamu!”
“Ampun Tuanku,”sahut penjaga pintu gerbang dengan gemetar.
Abu Nawas berkata,”Tuanku, hamba sudah lelah, sudah mau istirahat, tiba-tiba diwajibkan hadir di tempat ini, padahal hamba tiada bersalah. Hamba mohon ganti rugi. Sebab jatah waktu istirahat hamba sudah hilang karena panggilan Tuanku. Padahal besok hamba harus mencari nafkah untuk keluarga hamba.”
Sejenak Baginda melengak, terkejut atas protes Abu Nawas, namun tiba-tiba ia tertawa terbahak-bahak, “Hahahaha…jangan kuatir Abu Nawas.”
Baginda kemudian memerintahkan bendahara kerajaan memberikan sekantong
uang perak kepada Abu Nawas. Abu Nawas pun pulang dengan hati gembira.
Tetapi sesampai di rumahnya Abu Nawas masih bersikap aneh dan bahkan
semakin nyentrik seperti orang gila sungguhan.
Pada suatu hari Raja Harun Al Rasyid mengadakan rapat dengan para
menterinya.
“Apa pendapat kalian mengenai Abu Nawas yang hendak kuangkat sebagai
kadi?”
Wazir atau perdana meneteri berkata,”Melihat keadaan Abu Nawas yang
semakin parah otaknya maka sebaiknya Tuanku mengangkat orang lain saja
menjadi kadi.”
Menteri-menteri yang lain juga mengutarakan pendapat yang sama.
“Tuanku, Abu Nawas telah menjadi gila karena itu dia tak layak menjadi kadi.”
“Baiklah, kita tunggu dulu sampai dua puluh satu hari, karena bapaknya baru
saja mati. Jika tidak sembuh-sembuh juga bolehlah kita mencari kadi yang lain saja.”
Setelah lewat satu bulan Abu Nawas masih dianggap gila, maka Sultan Harun Al Rasyid mengangkat orang lain menjadi kadi atau penghulu kerajaan Baghdad.
Konon dalam seuatu pertemuan besar ada seseorang bernama Polan yang sejak lama berambisi menjadi Kadi, la mempengaruhi orang-orang di sekitar Baginda untuk menyetujui jika ia diangkat menjadi Kadi, maka tatkala ia mengajukan dirinya menjadi Kadi kepada Baginda maka dengan mudah Baginda menyetujuinya.
Begitu mendengar Polan diangkat menjadi kadi maka Abu Nawas mengucapkan syukur kepada Tuhan.
“Alhamdulillah aku telah terlepas dari balak yang mengerikan.
Tapi.,..sayang sekali kenapa harus Polan yang menjadi Kadi, kenapa tidak yang lain saja.”
Mengapa Abu Nawas bersikap seperti orang gila? Ceritanya begini:
Pada suatu hari ketika ayahnya sakit parah dan hendak meninggal dunia ia
panggii Abu Nawas untuk menghadap. Abu Nawas pun datang mendapati
bapaknya yang sudah lemah lunglai.
Berkata bapaknya,”Hai anakku, aku sudah hampir mati. Sekarang ciumlah
telinga kanan dan telinga kiriku.”
Abu Nawas segera menuruti permintaan terakhir bapaknya. la cium telinga
kanan bapaknya, ternyata berbau harum, sedangkan yang sebelah kiri berbau
sangat busuk.
“Bagamaina anakku? Sudah kau cium?”
“Benar Bapak!”
“Ceritakankan dengan sejujurnya, baunya kedua telingaku int.”
“Aduh Pak, sungguh mengherankan, telinga Bapak yang sebelah kanan berbau
harum sekali. Tapi… yang sebelah kiri kok baunya amat busuk?”
“Hai anakku Abu Nawas, tahukah apa sebabnya bisa terjadi begini?”
“Wahai bapakku, cobalah ceritakan kepada anakmu ini.”
Berkata Syeikh Maulana “Pada suatu hari datang dua orang mengadukan
masalahnya kepadaku. Yang seorang aku dengarkan keluhannya. Tapi yang
seorang lagi karena aku tak suka maka tak kudengar pengaduannya. Inilah
resiko menjadi Kadi (Penghulu). Jia kelak kau suka menjadi Kadi maka kau akan mengalami hai yang sama, namun jika kau tidak suka menjadi Kadi maka buatlah alasan yang masuk akal agar kau tidak dipilih sebagai Kadi oleh Sultan Harun Al Rasyid. Tapi tak bisa tidak Sultan Harun Al Rasyid pastilah tetap memilihmu sebagai Kadi.”
Nan, itulah sebabnya Abu Nawas pura-pura menjadi gila. Hanya untuk
menghindarkan diri agar tidak diangkat menjadi kadi, seorang kadi atau
penghulu pada masa itu kedudukannya seperti hakim yang memutus suatu
perkara. Walaupun Abu Nawas tidak menjadi Kadi namun dia sering diajak
konsultasi oleh sang Raja untuk memutus suatu perkara. Bahkan ia kerap kali
dipaksa datang ke istana hanya sekedar untuk menjawab pertanyaan Baginda
Raja yang aneh-aneh dan tidak masuk akal.

Senin, 10 September 2012

Penemuan Perahu dan Kisah Nabi Nuh


Kapal nabi Nuh
Nabi Nuh AS adalah Nabi ketiga sesudah Adam AS dan Idris AS. Beliau adalah seorang Nabi yang sangat beriman, cerdas dan mengerti semua jenis binatang. Bagaimana beliau membawa seluruh jenis binatang berpasang-pasangan dalam waktu lama dengan membawa makanan yang cukup adalah sesuatu yang belum dapat ditandingi oleh manusia manapun hingga saat ini. Bahkan Nabi Nuh AS bukan hanya sekedar Nabi dan Rasul, akan tetapi juga seorang zoologist yang sangat handal.
Untuk sekedar mereview kehidupan masa lalunya, maka berikut saya berikan gambaran sejarah hidup dari Nabi Nuh AS ini:
1. Asal usul Nabi Nuh AS
Nuh dalam arti bahasa diartikan sebagai orang yang suka meratap/menangis. Beliau merupakan keturunan kesembilan dari Nabi Adam AS. Ayahnya adalah Lamik bin Metusyalih bin Idris. Nabi Nuh AS menerima wahyu kenabian dari Allah dalam masa “fatrah” masa kekosongan di antara dua Rasul di mana biasanya manusia secara berangsur-angsur melupakan ajaran agama yang dibawa oleh Nabi yang meninggalkan mereka dan kembali bersyirik meninggalkan amal kebajikan, melakukan kemungkaran dan kemaksiatan di bawah pimpinan Iblis.
Kaum Nabi Nuh AS tidak luput dari proses tersebut, sehingga ketika Nabi Nuh AS datang di tengah-tengah mereka, mereka sedang menyembah berhala, yaitu patung-patung yang dibuat oleh tangan-tangan mereka sendiri kemudian disembahnya sebagai Tuhan yang dapat membawa kebaikan dan manfaat serta menolak segala kesengsaraan dan kemalangan. Berhala-berhala yang diper-Tuhankan, menurut kepercayaan mereka, mempunyai kekuatan dan kekuasaan ghaib ke atas manusia itu diberinya nama-nama yang silih berganti menurut kehendak dan selera kebodohan mereka. Nabi Nuh AS berdakwah kepada kaumnya yang sudah jauh tersesat oleh iblis itu, mengajak mereka meninggal-kan syirik dan penyembahan berhala dan kembali kepada tauhid menyembah Allah, Tuhan sekalian alam.

“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan memerintahkan): “Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya azab yang pedih, Nuh berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepada kamu, (yaitu) sembahlah olehmu Allah, bertakwalah kepada-Nya dan taatlah kepadaku, Niscaya Allah akan mengampuni sebagian dosa-dosamu dan menangguhkan kamu[1] sampai kepada waktu yang ditentukan. Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui”. (QS. Nuh [71] ayat 1-4)
[1] Maksudnya: memanjangkan umurmu.

Akan tetapi walaupun Nabi Nuh telah berusaha sekuat tenaganya dalam berdakwah kepada kaumnya dengan segala kebijaksanaan, kecakapan dan kesabaran dan dalam setiap kesempatan, siang maupun malam dengan cara berbisik-bisik atau cara terang dan terbuka, ternyata hanya sedikit sekali dari kaumnya yang dapat menerima dakwahnya dan mengikuti ajakannya, yang menurut sementara riwayat tidak melebihi bilangan seratus orang. Mereka pun terdiri dari orang-orang yang miskin berkedudukan sosial lemah. Sedangkan orang yang kaya-raya, berkedudukan tinggi dan terpandang dalam masyarakat, yang merupakan pembesar-pembesar dan penguasa-penguasa tetap mem-bangkang, tidak mempercayai Nabi Nuh AS dan mengingkari dakwahnya dan sesekali tidak merelakan melepas agama dan kepercayaan mereka terhadap berhala-berhala mereka, bahkan mereka berusaha mengadakan persekong-kolan untuk melumpuhkan dan menggagalkan usaha dakwah Nabi Nuh AS.
Bahkan yang lebih menyedihkan adalah dari keluarganya sendiri tidak luput dari pembangkangan ajaran kebaikan itu. Istri dan anaknya hingga pada saat tiba azab Allah SWT yang berupa air bah datang mereka tetap saja dalam kekufurannya masing-masing. Sehingga dalam satu kesempatan maka Nabi Nuh AS bermunajat dan mengadu kapada Allah, seperti pada keterangan Al-Qur`an surat Nuh [71] ayat 21-23 :

“Nuh berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka, Dan melakukan tipu-daya yang amat besar. Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr[2]

[2] Wadd, suwwa’, yaghuts, ya’uq dan Nasr adalah nama-nama berhala yang terbesar pada qabilah-qabilah kaum Nuh.

Dan berdasarkan keterangan ayat-ayat ini dan riwayatnya maka nabi Nuh AS dikatakan bahwa beliau memang seorang yang kerap meratap namun tetap tidak lupa pada tugas dan amanah yang telah Allah SWT berikan kepadanya untuk senantiasa menegakkan aturan dan ketantuan Allah SWT.

2. Peringatan Nabi Nuh AS kepada kaumnya
Nabi Nuh AS berada di tengah-tengah kaumnya selama sembilan ratus lima puluh tahun untuk berdakwah menyampaikan risalah Tuhan, mengajak mereka meninggalkan penyembahan berhala dan kembali menyembah dan hanya ber-ibadah kepada Allah Yang Mahakuasa.

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (Dia berkata): “Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu. Agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedihkan” (QS. Huud [11] ayat 25-26)

Beliau memimpin mereka keluar dari jalan yang sesat dan gelap ke jalan yang benar dan terang, mengajar mereka hukum-hukum syariat dan agama yang diwahyukan oleh Allah kepadanya. Akan tetapi dalam waktu yang cukup lama itu, Nabi Nuh AS tidak berhasil menyadarkan dan menarik kaumnya untuk mengikuti dan menerima dakwahnya, bertauhid dan beribadat kepada Allah, kecuali sekelompok kecil kaumnya yang tidak mencapai seratus orang.
Harapan Nabi Nuh AS akan kesadaran kaumnya ternyata makin hari makin berkurang. Ia memohon kepada Allah agar menurunkan Azab-Nya di atas kaumnya yang berkepala batu. Sesuai keterangan Al-Qur`an surat Nuh [71] ayat 24-28 :

24.”Dan sesudahnya mereka menyesatkan kebanyakan (manusia); dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kesesatan”
25.”Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah
[3]

[3] Maksudnya: berhala-berhala mereka tidak dapat memberi pertolongan kepada mereka. Hanya Allah yang dapat menolong mereka. tetapi Karena mereka menyembah berhala, Maka Allah tidak memberi pertolongan.

26.”Nuh berkata: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi”
27.”Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat ma’siat lagi sangat kafir”
28.”Ya Tuhanku! ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahKu dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan”

Do`a Nabi Nuh AS dikalbulkan oleh Allah SWT dan permohonannya diluluskan dan tidak perlu lagi menghiraukan dan mempersoalkan kaumnya, karena mereka itu akan menerima hukuman Allah dengan mati tenggelam.

3. Pembangkangan oleh kaumnya
Dalam usaha dakwahnya, maka Nabi Nuh AS mendapati kaumnya terus  melakukan pembangkangan yang nyata. Mereka tidak banyak yang mengikuti ajakan kebaikan itu baik dengan cara tersembunyi ataupun dengan terang-terangan,
“Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: “Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta”. (QS. Huud [11] ayat 27)

Mendapati sikap itu maka Nabi Nuh AS lantas membalas dengan mengatakan sebagaimana keterangan Al-Qur`an surat Huud [11] ayat 28-31 :

28.“Berkata Nuh: “Hai kaumku, bagaimana pikiranmu, jika aku ada mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku, dan diberinya aku rahmat dari sisi-Nya, tetapi rahmat itu disamarkan bagimu. apa akan kami paksakankah kamu menerimanya, padahal kamu tiada menyukainya?”
29.“Dan (dia berkata): “Hai kaumku, aku tiada meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku. upahku hanyalah dari Allah dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya mereka akan bertemu dengan Tuhannya, akan tetapi aku memandangmu suatu kaum yang tidak mengetahui”
30.“Dan (dia berkata): “Hai kaumku, siapakah yang akan menolongku dari (azab) Allah jika aku mengusir mereka. Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran?
[4]

[4] Kata-kata Ini diucapkan oleh nabi Nuh a.s. sewaktu dia didesak oleh golongan kafir yang kaya dari kaumnya untuk mengusir golongan yang beriman, tidak berada, miskin dan papa.

31.“Dan aku tidak mengatakan kepada kamu (bahwa): “Aku mempunyai gudang-gudang rezki dan kekayaan dari Allah, dan aku tiada mengetahui yang ghaib”, dan tidak (pula) aku mengatakan: “Bahwa sesungguhnya aku adalah malaikat”, dan tidak juga aku mengatakan kepada orang-orang yang dipandang hina oleh penglihatanmu: “Sekali-kali Allah tidak akan mendatangkan kebaikan kepada mereka”. Allah lebih mengetahui apa yang ada pada diri mereka; Sesungguhnya aku, kalau begitu benar-benar termasuk orang-orang yang zalim”

Namun sekali lagi karena keangkuhan dan kesombongannya maka kaum Nabi Nuh AS kembali menjawab :
Mereka berkata “Hai Nuh, Sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, Maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar”. (QS. Huud [11] ayat 31)
Nabi Nuh AS pun kembali membalasnya dengan berkata :

“Nuh menjawab: “Hanyalah Allah yang akan mendatangkan azab itu kepadamu jika dia menghendaki, dan kamu sekali-kali tidak dapat melepaskan diri. Dan tidaklah bermanfaat kepadamu nasehatku jika aku hendak memberi nasehat kepada kamu, sekiranya Allah hendak menyesatkan kamu, Dia adalah Tuhanmu, dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan” (QS. Huud [11] ayat 33-34)
Dan untuk kesekian kalinya kaum Nabi Nuh AS membangkangnya dengan mengatakan:

“Malahan kaum Nuh itu berkata: “Dia cuma membuat-buat nasihatnya saja”. Katakanlah: “Jika aku membuat-buat nasihat itu, maka hanya akulah yang memikul dosaku, dan aku berlepas diri dari dosa yang kamu perbuat”.  (QS. Huud [11] ayat 35)

Hingga pada akhirnya Allah SWT berfirman:
“Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman di antara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja), karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan” (QS. Huud [11] ayat 36)

4. Pembuatan bahtera (kapal)
Setelah menerima perintah Allah SWT untuk membuat sebuah kapal, segeralah Nabi Nuh AS mengumpulkan para pengikutnya dan mulai mereka mengumpulkan bahan yang diperlukan untuk maksud tersebut, kapal yang harus dibuat dibuat dari bahan dasar kayu dan disambung dan dibentuk dengan bahan lain seperti paku dan besi.

“Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim itu; Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan“  (QS. Huud [11] ayat 37)
“Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku, (QS. Al-Qamar [54] ayat 13)

Kemudian dengan mengambil tempat di luar dan agak jauh dari kota dan keramaiannya, mereka (Nabi Nuh AS dan pengikutnya) dengan rajin dan tekun bekerja siang dan malam menyelesaikan pembuatan kapal yang diperintahkan itu. Walaupun Nabi Nuh As telah menjauhi kota dan masyarakatnya, agar dapat bekerja dengan tenang tanpa mendapatkan gangguan untuk menyelesaikan pembuatan kapalnya. Namun ternyata ia tidak luput dari ejekan dan cemoohan dari kaumnya yang kebetulan atau sengaja melalui tempat pembuatan kapal itu.

“Dan mulailah Nuh membuat bahtera. dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan meliwati Nuh, mereka mengejeknya. berkatalah Nuh: “Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) mengejekmu sebagai-mana kamu sekalian mengejek (kami). Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa oleh azab yang menghinakannya dan yang akan ditimpa azab yang kekal” (QS. Huud [11] ayat 38-39)

Perintah untuk membawa makhluk hidup namun beriman serta peristiwa datangnya azab Allah SWT Setelah selesai pekerjaan pembuatan kapal, Nabi Nuh menerima wahyu dari Allah – “Siap-siaplah engkau dengan kapalmu, bila tiba perintah-Ku dan terlihat tanda-tanda daripada-Ku maka segeralah angkut bersamamu di dalam kapalmu dan kerabatmu dan bawalah dua pasang dari setiap jenis makhluk yang ada di atas bumi dan belayarlah dengan izin-Ku” – untuk membawa serta bersamanya makhluk yang kelak meneruskan keturunanya. Bukan saja manusia, melainkan hewan dan bebrapa tumbuhan.
Peristiwa ini seperti yang dijelaskan dalam Al-Qur`an surat Huud [11] ayat 40-41 :

40.“Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur[5] telah memancar-kan air, Kami berfirman: “Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman.” dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit”

[5] Yang dimaksud dengan dapur ialah permukaan bumi yang memancarkan air hingga menyebabkan timbulnya taufan.

41.“Dan Nuh berkata: “Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya.” Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”

Kemudian tercurahlah dari langit dan memancur dari bumi, air yang deras dan dahsyat yang dalam sekejap mata telah menjadi banjir besar melanda seluruh kota dan desa, menggenangi daratan yang rendah maupun yang tinggi sampai mencapai puncak bukit-bukit sehingga tiada tempat berlindung dari air bah yang dahsyat itu kecuali kapal Nabi Nuh yang telah terisi penuh dengan para orang mukmin dan pasangan makhluk yang diselamatkan oleh Nabi Nuh AS atas perintah Allah.
Dengan iringan “Bismillahi majraha wa mursaha”, belayarlah kapal Nabi Nuh dengan lajunya menyusuri lautan air, menentang angin yang kadang kala lemah lembut dan kadang kala ganas dan ribut. Di kanan kiri kapal terlihatlah orang-orang kafir bergelut melawan gelombang air yang menggunung ber-usaha menyelamat diri dari cengkaman maut yang sudah sedia menerkam mereka di dalam lipatan gelombang-gelombang itu.

5. Penolakan ajakan Nabi Nuh AS oleh anak dan istrinya 
 Tatkala Nabi Nuh berada di atas geladak kapal memperhatikan cuaca dan melihat-lihat orang-orang kafir dari kaumnya sedang bergelimpangan di atas permukaan air, tiba-tiba terlihatlah olehnya tubuh putra sulungnya yang bernama Kan’aan. Pada saat itu, tanpa disadari, timbullah rasa cinta dan kasih sayang seorang ayah terhadap putra kandungnya yang berada dalam keadaan cemas menghadapi maut ditelan gelombang. Nabi Nuh secara spontan, ter-dorong oleh suara hati kecilnya berteriak dengan sekuat suaranya memanggil puteranya. Kan’aan, yang sudah tersesat dan telah terkena racun rayuan setan dan hasutan kaumnya yang sombong dan keras kepala itu menolak dengan keras ajakan dan panggilan ayahnya.
Untuk kesekian kalinya Nabi Nuh AS mengajak anak dan istrinya serta keluarganya yang lain untuk naik ke atas kapal namun tetap saja karena ke-sobongan dan kebodohan mereka tidak mau menuruti ajakan itu.

“Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. dan Nuh memanggil anaknya,[6] sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir. Anaknya menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!” Nuh berkata: “Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) yang Maha Penyayang”. dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; Maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan” (QS. Huud [11] ayat 42-43)

[6] Nama anak nabi Nuh AS yang kafir itu Qanaan, sedang putra-putranya yang beriman ialah: Sam, Ham dan Jafits.
Akhirnya Qanaan dan Istri Nabi Nuh AS disambar gelombang yang ganas dan lenyaplah ia dari pandangan, tergelincirlah ke bawah lautan air mengikut kawan-kawannya dan pembesar-pembesar kaumnya yang durhaka itu.
Nabi Nuh AS bersedih hati dan berdukacita atas kematian puteranya dalam keadaan kafir tidak beriman dan belum mengenal Allah. Ia berkeluh-kesah dan berseru kepada Allah
.
“Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: “Ya Tuhanku, Sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. dan Engkau adalah hakim yang seadil-adilnya” (QS. Huud [11] ayat 45)

Kepadanya Allah SWT berfirman,
“Allah berfirman: “Hai Nuh, Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), Sesungguhnya (per-buatan)nya[7] perbuatan yang tidak baik. sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan”(QS. Huud [11] ayat 46)

[7] Menurut pendapat sebagian ahli tafsir bahwa yang dimaksud dengan perbuatannya, ialah permohonan nabi Nuh a.s. agar anaknya dilepaskan dari bahaya.

Nabi Nuh segera sadar setelah menerima teguran dari Allah bahwa cinta kasih sayangnya kepada anaknya telah menjadikan ia lupa akan janji dan ancaman Allah terhadap orang-orang kafir termasuk putranya sendiri. Ia sadar bahwa ia tersesat pada saat ia memanggil putranya untuk menyelamatkan diri dari bencana banjir yang didorong oleh perasaan naluri darah yang meng-hubungkannya dengan putranya, padahal sepatutnya cinta dan taat kepada Allah harus mendahului cinta kepada keluarga dan harta-benda. Ia sangat menyesali kelalaian dan kealpaannya itu dan menghadap kepada Allah memohon ampun dan maghfirahnya.

“Nuh berkata: Ya Tuhanku, Sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakekat)nya. dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi” (QS. Huud [11] ayat 47)

6. Surutnya banjir dan berlabuhnya kapal kemudian turun untuk kehidupan yang baru

Setelah air bah itu mencapai puncak keganasannya, maka habis binasalah kaum Nabi Nuh AS yang kafir dan zalim terkecuali mereka yang tetap beriman kepada Allah SWT. Sesuai dengan kehendak dan hukum Allah maka kemudian surutlah lautan air tersebut dengan hilang ditelan oleh bumi. Setelah airnya surut semua kemudian bertambatlah kapal Nabi Nuh AS itu di atas sebuah bukit yang bernama Judi.

“Dan difirmankan: “Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,” dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan[8] dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi[9], dan dikatakan: “Binasalah orang-orang yang zalim” (QS. Huud [11] ayat 44)

[8] Yakni: Allah telah melaksanakan janjinya dengan membinasakan orang-orang yang kafir kepada nabi Nuh AS. dan menyelamatkan orang-orang yang beriman.
[9] Bukit Judi terletak di Armenia sebelah selatan, berbatasan dengan Mesopotamia.

“Maka Kami selamatkan Nuh dan orang-orang yang besertanya di dalam kapal yang penuh muatan”(QS. Asy-Syu’araa’ [26] ayat 119)
Setelahnya maka Nabi Nuh AS pun oleh Allah SWT di perintahkan untuk turun dari kapal dan kembali memulai kehidupannya yang baru bersama mereka yang selamat dari bencana bajir dahsyat itu.
“Difirmankan: “Hai Nuh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang mukmin) dari orang-orang yang bersamamu. dan ada (pula) umat-umat yang Kami beri kesenangan pada mereka (dalam kehidupan dunia), Kemudian mereka akan ditimpa azab yang pedih dari Kami.” (QS. Huud [11] ayat 48)
7. Usaha penemuan bahtera Nabi Nuh AS
Bahtera (kapal) Nabi Nuh AS telah lama menjadi kontroversi di dunia arkeologi. Sejarah juga mencatat bahwa Nuh diperintahkan Tuhan untuk membuat sebuah bahtera karena Tuhan berniat menurunkan hujan maha lebat ke bumi. Al-Qur`an mengisahkan bahwa Nuh mentaati perintah tersebut dan tepat pada waktu yang telah ditentukan Allah SWT, maka turunlah hujan yang sangat lebat ke muka bumi dan menenggelamkan semua makhluk hidup yang ada. Nabi Nuh AS beserta mereka yang tetap beriman kepada Allah SWT, binatang-binatang diselamatkan karena mengapung bersama bahtera tersebut. Al-Qur`an kemudian menceritakan bahwa bahtera tersebut berlabuh di puncak gunung Ararat.
Kisah yang bersumber dari Al-Qur`an ini kemudian menjadi bahan perbincangan yang hangat di kalangan sejarawan dan arkeolog. Ada pihak yang mendukung bahwa kisah tersebut adalah nyata, namun ada juga yang menganggapnya hanya sekedar dongeng. Namun, perdebatan tersebut kini berakhir dengan telah ditemukannya bukti-bukti ilmiah berkaitan dengan kisah tersebut.
Sisa-sisa bahtera tersebut ditemukan pertama kali oleh seorang Kapten angkatan darat dari militer Turki. Ia menemukannya secara tidak sengaja pada waktu meneliti foto-foto wilayah pegunungan Ararat. Kemudian untuk mengkonfirmasi temuan tersebut, diundanglah ahli-ahli arkeologi dari Amerika Serikat untuk meneliti keabsahannya.
Pada ekspedisi ilmiah yang dilakukan pada ketinggian 7.000 kaki, sekitar 20 mil sebelah selatan puncak gunung Ararat, mereka menemukan sebuah kapal yang telah membatu dan diperkirakan memilik luas 7.546 kaki dengan panjang 500 kaki, lebar 83 kaki dan tinggi 50 kaki dan masih ada tiga tingkat lagi diatasnya. Tingkat pertama diletakkan binatang-binatang liar dan yang sudah dijinakkan. Tingkat kedua ditempatkan manusia. Tingkat ketiga adalah hewan yang berjenis burung.

Gambar 1: Foto: Bahtera Nabi Nuh AS di Gunung Arafat
Pengukuran yang kemudian dilakukan pada obyek tersebut menghasilkan suatu kesimpulan yang mencengangkan, karena ukuran panjang, lebar dan tinggi penemuan arkelogi tersebut sama persis dengan ukuran bahtera Nuh seperti yang tercantum di Al-Kitab. Saat ini, lokasi penemuan bahtera tersebut telah menjadi obyek wisata yang dapat dikunjungi semua orang.
Sebenarnya kapal Nabi Nuh AS yang diyakini terdampar di gunung Ararat (Turki) telah lama ditemukan. Sejak tahun 1949, sudah ditemukan lokasinya dan kemudian dilakukan penggalian oleh penelitian tim antropolog yang dipimpin oleh Prof. Ron Wyatt di Turki sejak tahun 1977.
Pemotretan awal telah dilakukan oleh Angkatan Udara AS di tahun 1949 tentang adanya benda aneh di atas Gunung Ararat-Turki, dengan ketinggian 14.000 feet (sekitar 4.600 meter).
Gambar 2. Foto: Pemotretan awal oleh Angkatan Udara AS di tahun 1949

Awal tahun 1960, berita dalam Life Magazine: Pesawat Tentara Nasional Turki menangkap sebuah benda mirip perahu di puncak gunung Ararat yang panjangnya 500 kaki (150 meter) yang diduga perahu Nabi Nuh AS (The Noah’s Ark).
Kemudian antara tahun 1999-2000 terdapat seri pemotretan oleh Penerbangan AS IKONOS tentang dugaan adanya perahu di Gunung Ararat yang tertutup salju.


 Gambar 3. Foto: Pengukuran kapal Nabi Nuh AS
 
Dan yang terakhir adalah penemuan mengejutkan yang dilakukan oleh ilmuwan dan arkeolog yang tergabung di dalam ‘Noah’s Ark Ministries International’ dari China dan Turki. Mereka mengaku telah menemukan bahtera atau kapal Nabi Nuh AS yang digunakan untuk menyelamatkan umat manusia dan mahluk Bumi lainnya dari bencana banjir bah yang diyakini menenggelamkan daratan Bumi. Sisa-sisa bahtera ini ditemukan berada di ketinggian 4.000 meter di Gunung Agri atau Gunung Ararat, di Turki Timur. Tak hanya mengajukan klaim, kelompok peneliti ini juga menampilkan foto dan membawa specimen dari kapal sebagai bukti penguat. Mereka juga membuat rekaman dokumentasi di dalam benda mirip kapal, ukurannya besar, sebagian besar permukaannya tertutup salju – yang diyakini bahtera Nabi Nuh AS yang legendaris. Video itu membawa kita masuk ke dalam bahtera Nuh. Seperti dilansir YouTube, para peneliti memukul-mukul papan-papan coklat, untuk membuktikan itu terbuat dari kayu. Untuk masuk ke lambung kapal, peneliti harus menggunakan tambang.
Begitulah hasil penelitian dan penemuan ilmiah yang telah dilakukan sebagai usaha untuk menguak misteri yang telah lama membuat banyak orang penasaran.
****
Semoga tulisan ini dapat mengingatkan kita kembali akan laknat dan azab Allah SWT yang sungguh dahsyat dan perih bila kita membangkang aturan dan ketetapan-Nya. Karena tentunya akan menyiksa bagi siapapun, baik saat di dunia terlebih nanti ketika di yaumi akhir. Tujuannya tidak lain adalah untuk terus memotivasi kita agar selalu ingat dan beribadah hanya kepada Sang Maha Kuasa, yaitu Allah SWT. Senantiasa bersyukur atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya selama ini, dan terus meningkatkan kadar kecintaan dan keimanan kita kepada-Nya.
Wallahu `alam bishshowwab

Disadur dari:
* odeiku.wordpress.com
* http://id.wikipedia.org/wiki/Nuh
*** Wong Gondang***