Kapal nabi Nuh |
Untuk sekedar mereview kehidupan
masa lalunya, maka berikut saya berikan gambaran sejarah hidup dari Nabi Nuh AS
ini:
1. Asal usul Nabi Nuh AS
Nuh dalam arti bahasa diartikan sebagai orang yang suka meratap/menangis. Beliau merupakan keturunan kesembilan dari Nabi Adam AS. Ayahnya adalah Lamik bin Metusyalih bin Idris. Nabi Nuh AS menerima wahyu kenabian dari Allah dalam masa “fatrah” masa kekosongan di antara dua Rasul di mana biasanya manusia secara berangsur-angsur melupakan ajaran agama yang dibawa oleh Nabi yang meninggalkan mereka dan kembali bersyirik meninggalkan amal kebajikan, melakukan kemungkaran dan kemaksiatan di bawah pimpinan Iblis.
Nuh dalam arti bahasa diartikan sebagai orang yang suka meratap/menangis. Beliau merupakan keturunan kesembilan dari Nabi Adam AS. Ayahnya adalah Lamik bin Metusyalih bin Idris. Nabi Nuh AS menerima wahyu kenabian dari Allah dalam masa “fatrah” masa kekosongan di antara dua Rasul di mana biasanya manusia secara berangsur-angsur melupakan ajaran agama yang dibawa oleh Nabi yang meninggalkan mereka dan kembali bersyirik meninggalkan amal kebajikan, melakukan kemungkaran dan kemaksiatan di bawah pimpinan Iblis.
Kaum Nabi Nuh AS tidak luput dari
proses tersebut, sehingga ketika Nabi Nuh AS datang di tengah-tengah mereka,
mereka sedang menyembah berhala, yaitu patung-patung yang dibuat oleh
tangan-tangan mereka sendiri kemudian disembahnya sebagai Tuhan yang dapat
membawa kebaikan dan manfaat serta menolak segala kesengsaraan dan kemalangan.
Berhala-berhala yang diper-Tuhankan, menurut kepercayaan mereka, mempunyai
kekuatan dan kekuasaan ghaib ke atas manusia itu diberinya nama-nama yang silih
berganti menurut kehendak dan selera kebodohan mereka. Nabi Nuh AS berdakwah
kepada kaumnya yang sudah jauh tersesat oleh iblis itu, mengajak mereka
meninggal-kan syirik dan penyembahan berhala dan kembali kepada tauhid
menyembah Allah, Tuhan sekalian alam.
“Sesungguhnya Kami telah mengutus
Nuh kepada kaumnya (dengan memerintahkan): “Berilah kaummu peringatan sebelum
datang kepadanya azab yang pedih, Nuh berkata: “Hai kaumku, sesungguhnya aku
adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepada kamu, (yaitu) sembahlah
olehmu Allah, bertakwalah kepada-Nya dan taatlah kepadaku, Niscaya Allah akan
mengampuni sebagian dosa-dosamu dan menangguhkan kamu[1] sampai
kepada waktu yang ditentukan. Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang
tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui”. (QS. Nuh [71] ayat 1-4)
[1] Maksudnya: memanjangkan umurmu.
[1] Maksudnya: memanjangkan umurmu.
Akan tetapi walaupun Nabi Nuh telah
berusaha sekuat tenaganya dalam berdakwah kepada kaumnya dengan segala
kebijaksanaan, kecakapan dan kesabaran dan dalam setiap kesempatan, siang
maupun malam dengan cara berbisik-bisik atau cara terang dan terbuka, ternyata
hanya sedikit sekali dari kaumnya yang dapat menerima dakwahnya dan mengikuti
ajakannya, yang menurut sementara riwayat tidak melebihi bilangan seratus
orang. Mereka pun terdiri dari orang-orang yang miskin berkedudukan sosial
lemah. Sedangkan orang yang kaya-raya, berkedudukan tinggi dan terpandang dalam
masyarakat, yang merupakan pembesar-pembesar dan penguasa-penguasa tetap
mem-bangkang, tidak mempercayai Nabi Nuh AS dan mengingkari dakwahnya dan
sesekali tidak merelakan melepas agama dan kepercayaan mereka terhadap
berhala-berhala mereka, bahkan mereka berusaha mengadakan persekong-kolan untuk
melumpuhkan dan menggagalkan usaha dakwah Nabi Nuh AS.
Bahkan yang lebih menyedihkan adalah
dari keluarganya sendiri tidak luput dari pembangkangan ajaran kebaikan itu.
Istri dan anaknya hingga pada saat tiba azab Allah SWT yang berupa air bah
datang mereka tetap saja dalam kekufurannya masing-masing. Sehingga dalam satu
kesempatan maka Nabi Nuh AS bermunajat dan mengadu kapada Allah, seperti pada
keterangan Al-Qur`an surat Nuh [71] ayat 21-23 :
“Nuh berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya
mereka telah mendurhakaiku dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan
anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka, Dan melakukan
tipu-daya yang amat besar. Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu
meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu
meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan
nasr[2]”
[2] Wadd, suwwa’, yaghuts, ya’uq dan Nasr adalah nama-nama berhala yang terbesar pada qabilah-qabilah kaum Nuh.
Dan berdasarkan keterangan ayat-ayat
ini dan riwayatnya maka nabi Nuh AS dikatakan bahwa beliau memang seorang yang
kerap meratap namun tetap tidak lupa pada tugas dan amanah yang telah Allah SWT
berikan kepadanya untuk senantiasa menegakkan aturan dan ketantuan Allah SWT.
2. Peringatan Nabi Nuh AS kepada
kaumnya
Nabi Nuh AS berada di tengah-tengah kaumnya selama sembilan ratus lima puluh tahun untuk berdakwah menyampaikan risalah Tuhan, mengajak mereka meninggalkan penyembahan berhala dan kembali menyembah dan hanya ber-ibadah kepada Allah Yang Mahakuasa.
Nabi Nuh AS berada di tengah-tengah kaumnya selama sembilan ratus lima puluh tahun untuk berdakwah menyampaikan risalah Tuhan, mengajak mereka meninggalkan penyembahan berhala dan kembali menyembah dan hanya ber-ibadah kepada Allah Yang Mahakuasa.
“Dan sesungguhnya Kami telah
mengutus Nuh kepada kaumnya, (Dia berkata): “Sesungguhnya aku adalah pemberi
peringatan yang nyata bagi kamu. Agar kamu tidak menyembah selain Allah.
Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat
menyedihkan” (QS. Huud [11] ayat 25-26)
Beliau memimpin mereka keluar dari
jalan yang sesat dan gelap ke jalan yang benar dan terang, mengajar mereka
hukum-hukum syariat dan agama yang diwahyukan oleh Allah kepadanya. Akan tetapi
dalam waktu yang cukup lama itu, Nabi Nuh AS tidak berhasil menyadarkan dan
menarik kaumnya untuk mengikuti dan menerima dakwahnya, bertauhid dan beribadat
kepada Allah, kecuali sekelompok kecil kaumnya yang tidak mencapai seratus
orang.
Harapan Nabi Nuh AS akan kesadaran kaumnya ternyata makin hari makin berkurang. Ia memohon kepada Allah agar menurunkan Azab-Nya di atas kaumnya yang berkepala batu. Sesuai keterangan Al-Qur`an surat Nuh [71] ayat 24-28 :
Harapan Nabi Nuh AS akan kesadaran kaumnya ternyata makin hari makin berkurang. Ia memohon kepada Allah agar menurunkan Azab-Nya di atas kaumnya yang berkepala batu. Sesuai keterangan Al-Qur`an surat Nuh [71] ayat 24-28 :
24.”Dan sesudahnya mereka menyesatkan
kebanyakan (manusia); dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang
zalim itu selain kesesatan”
25.”Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah[3]”
25.”Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah[3]”
[3] Maksudnya: berhala-berhala mereka tidak dapat memberi pertolongan kepada mereka. Hanya Allah yang dapat menolong mereka. tetapi Karena mereka menyembah berhala, Maka Allah tidak memberi pertolongan.
26.”Nuh berkata: “Ya Tuhanku, janganlah
Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi”
27.”Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat ma’siat lagi sangat kafir”
28.”Ya Tuhanku! ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahKu dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan”
27.”Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat ma’siat lagi sangat kafir”
28.”Ya Tuhanku! ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahKu dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan”
Do`a Nabi Nuh AS dikalbulkan oleh
Allah SWT dan permohonannya diluluskan dan tidak perlu lagi menghiraukan dan
mempersoalkan kaumnya, karena mereka itu akan menerima hukuman Allah dengan
mati tenggelam.
3. Pembangkangan oleh kaumnya
Dalam usaha dakwahnya, maka Nabi Nuh AS mendapati kaumnya terus melakukan pembangkangan yang nyata. Mereka tidak banyak yang mengikuti ajakan kebaikan itu baik dengan cara tersembunyi ataupun dengan terang-terangan,
Dalam usaha dakwahnya, maka Nabi Nuh AS mendapati kaumnya terus melakukan pembangkangan yang nyata. Mereka tidak banyak yang mengikuti ajakan kebaikan itu baik dengan cara tersembunyi ataupun dengan terang-terangan,
“Maka berkatalah pemimpin-pemimpin
yang kafir dari kaumnya: “Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang
manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti
kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya
saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas kami,
bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta”. (QS. Huud [11] ayat 27)
Mendapati sikap itu maka Nabi Nuh AS
lantas membalas dengan mengatakan sebagaimana keterangan Al-Qur`an surat Huud
[11] ayat 28-31 :
28.“Berkata Nuh: “Hai kaumku,
bagaimana pikiranmu, jika aku ada mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku, dan
diberinya aku rahmat dari sisi-Nya, tetapi rahmat itu disamarkan bagimu. apa
akan kami paksakankah kamu menerimanya, padahal kamu tiada menyukainya?”
29.“Dan (dia berkata): “Hai kaumku, aku tiada meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku. upahku hanyalah dari Allah dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya mereka akan bertemu dengan Tuhannya, akan tetapi aku memandangmu suatu kaum yang tidak mengetahui”
30.“Dan (dia berkata): “Hai kaumku, siapakah yang akan menolongku dari (azab) Allah jika aku mengusir mereka. Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran?[4]
29.“Dan (dia berkata): “Hai kaumku, aku tiada meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku. upahku hanyalah dari Allah dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya mereka akan bertemu dengan Tuhannya, akan tetapi aku memandangmu suatu kaum yang tidak mengetahui”
30.“Dan (dia berkata): “Hai kaumku, siapakah yang akan menolongku dari (azab) Allah jika aku mengusir mereka. Maka tidakkah kamu mengambil pelajaran?[4]
[4] Kata-kata Ini diucapkan oleh nabi Nuh a.s. sewaktu dia didesak oleh golongan kafir yang kaya dari kaumnya untuk mengusir golongan yang beriman, tidak berada, miskin dan papa.
31.“Dan aku tidak mengatakan kepada kamu (bahwa): “Aku mempunyai gudang-gudang rezki dan kekayaan dari Allah, dan aku tiada mengetahui yang ghaib”, dan tidak (pula) aku mengatakan: “Bahwa sesungguhnya aku adalah malaikat”, dan tidak juga aku mengatakan kepada orang-orang yang dipandang hina oleh penglihatanmu: “Sekali-kali Allah tidak akan mendatangkan kebaikan kepada mereka”. Allah lebih mengetahui apa yang ada pada diri mereka; Sesungguhnya aku, kalau begitu benar-benar termasuk orang-orang yang zalim”
Namun sekali lagi karena keangkuhan
dan kesombongannya maka kaum Nabi Nuh AS kembali menjawab :
“Mereka berkata “Hai Nuh,
Sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang
bantahanmu terhadap kami, Maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan
kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar”. (QS. Huud [11]
ayat 31)
Nabi Nuh AS pun kembali membalasnya
dengan berkata :
“Nuh menjawab: “Hanyalah Allah yang
akan mendatangkan azab itu kepadamu jika dia menghendaki, dan kamu sekali-kali
tidak dapat melepaskan diri. Dan tidaklah bermanfaat kepadamu nasehatku jika
aku hendak memberi nasehat kepada kamu, sekiranya Allah hendak menyesatkan
kamu, Dia adalah Tuhanmu, dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan” (QS. Huud [11] ayat 33-34)
Dan untuk kesekian kalinya kaum Nabi
Nuh AS membangkangnya dengan mengatakan:
“Malahan kaum Nuh itu berkata: “Dia
cuma membuat-buat nasihatnya saja”. Katakanlah: “Jika aku membuat-buat nasihat
itu, maka hanya akulah yang memikul dosaku, dan aku berlepas diri dari dosa
yang kamu perbuat”. (QS. Huud [11] ayat 35)
Hingga pada akhirnya Allah SWT
berfirman:
“Dan diwahyukan kepada Nuh, bahwasanya
sekali-kali tidak akan beriman di antara kaummu, kecuali orang yang telah
beriman (saja), karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu
mereka kerjakan” (QS. Huud [11] ayat 36)
4. Pembuatan bahtera (kapal)
Setelah menerima perintah Allah SWT untuk membuat sebuah kapal, segeralah Nabi Nuh AS mengumpulkan para pengikutnya dan mulai mereka mengumpulkan bahan yang diperlukan untuk maksud tersebut, kapal yang harus dibuat dibuat dari bahan dasar kayu dan disambung dan dibentuk dengan bahan lain seperti paku dan besi.
Setelah menerima perintah Allah SWT untuk membuat sebuah kapal, segeralah Nabi Nuh AS mengumpulkan para pengikutnya dan mulai mereka mengumpulkan bahan yang diperlukan untuk maksud tersebut, kapal yang harus dibuat dibuat dari bahan dasar kayu dan disambung dan dibentuk dengan bahan lain seperti paku dan besi.
“Dan buatlah bahtera itu dengan
pengawasan dan petunjuk wahyu kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku
tentang orang-orang yang zalim itu; Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan“ (QS. Huud [11] ayat 37)
“Dan Kami angkut Nuh ke atas
(bahtera) yang terbuat dari papan dan paku,
(QS. Al-Qamar [54] ayat 13)
Kemudian dengan mengambil tempat di
luar dan agak jauh dari kota dan keramaiannya, mereka (Nabi Nuh AS dan
pengikutnya) dengan rajin dan tekun bekerja siang dan malam menyelesaikan
pembuatan kapal yang diperintahkan itu. Walaupun Nabi Nuh As telah menjauhi
kota dan masyarakatnya, agar dapat bekerja dengan tenang tanpa mendapatkan
gangguan untuk menyelesaikan pembuatan kapalnya. Namun ternyata ia tidak luput
dari ejekan dan cemoohan dari kaumnya yang kebetulan atau sengaja melalui
tempat pembuatan kapal itu.
“Dan mulailah Nuh membuat bahtera.
dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan meliwati Nuh, mereka mengejeknya.
berkatalah Nuh: “Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun)
mengejekmu sebagai-mana kamu sekalian mengejek (kami). Kelak kamu akan
mengetahui siapa yang akan ditimpa oleh azab yang menghinakannya dan yang akan
ditimpa azab yang kekal” (QS. Huud
[11] ayat 38-39)
Perintah untuk membawa makhluk hidup
namun beriman serta peristiwa datangnya azab Allah SWT
Setelah selesai pekerjaan pembuatan kapal, Nabi Nuh menerima wahyu dari Allah –
“Siap-siaplah engkau dengan kapalmu, bila tiba perintah-Ku dan terlihat
tanda-tanda daripada-Ku maka segeralah angkut bersamamu di dalam kapalmu dan
kerabatmu dan bawalah dua pasang dari setiap jenis makhluk yang ada di atas
bumi dan belayarlah dengan izin-Ku” – untuk membawa serta bersamanya makhluk
yang kelak meneruskan keturunanya. Bukan saja manusia, melainkan hewan dan
bebrapa tumbuhan.
Peristiwa ini seperti yang
dijelaskan dalam Al-Qur`an surat Huud [11] ayat 40-41 :
40.“Hingga apabila perintah Kami
datang dan dapur[5] telah memancar-kan air, Kami berfirman: “Muatkanlah ke
dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan
keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan
(muatkan pula) orang-orang yang beriman.” dan tidak beriman bersama dengan Nuh
itu kecuali sedikit”
[5] Yang dimaksud dengan dapur ialah permukaan bumi yang memancarkan air hingga menyebabkan timbulnya taufan.
41.“Dan Nuh berkata: “Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya.” Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
Kemudian tercurahlah dari langit dan
memancur dari bumi, air yang deras dan dahsyat yang dalam sekejap mata telah
menjadi banjir besar melanda seluruh kota dan desa, menggenangi daratan yang
rendah maupun yang tinggi sampai mencapai puncak bukit-bukit sehingga tiada
tempat berlindung dari air bah yang dahsyat itu kecuali kapal Nabi Nuh yang
telah terisi penuh dengan para orang mukmin dan pasangan makhluk yang
diselamatkan oleh Nabi Nuh AS atas perintah Allah.
Dengan iringan “Bismillahi
majraha wa mursaha”, belayarlah kapal Nabi Nuh dengan lajunya menyusuri
lautan air, menentang angin yang kadang kala lemah lembut dan kadang kala ganas
dan ribut. Di kanan kiri kapal terlihatlah orang-orang kafir bergelut melawan
gelombang air yang menggunung ber-usaha menyelamat diri dari cengkaman maut
yang sudah sedia menerkam mereka di dalam lipatan gelombang-gelombang itu.
5. Penolakan ajakan Nabi Nuh AS oleh
anak dan istrinya
Tatkala Nabi Nuh berada di atas geladak kapal memperhatikan cuaca dan
melihat-lihat orang-orang kafir dari kaumnya sedang bergelimpangan di atas
permukaan air, tiba-tiba terlihatlah olehnya tubuh putra sulungnya yang bernama
Kan’aan. Pada saat itu, tanpa disadari, timbullah rasa cinta dan kasih sayang
seorang ayah terhadap putra kandungnya yang berada dalam keadaan cemas
menghadapi maut ditelan gelombang. Nabi Nuh secara spontan, ter-dorong oleh
suara hati kecilnya berteriak dengan sekuat suaranya memanggil puteranya.
Kan’aan, yang sudah tersesat dan telah terkena racun rayuan setan dan hasutan
kaumnya yang sombong dan keras kepala itu menolak dengan keras ajakan dan
panggilan ayahnya.
Untuk kesekian kalinya Nabi Nuh AS
mengajak anak dan istrinya serta keluarganya yang lain untuk naik ke atas kapal
namun tetap saja karena ke-sobongan dan kebodohan mereka tidak mau menuruti
ajakan itu.
“Dan bahtera itu berlayar membawa
mereka dalam gelombang laksana gunung. dan Nuh memanggil anaknya,[6] sedang
anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke kapal)
bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir. Anaknya
menjawab: “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari
air bah!” Nuh berkata: “Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah
selain Allah (saja) yang Maha Penyayang”. dan gelombang menjadi penghalang
antara keduanya; Maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang
ditenggelamkan” (QS. Huud [11] ayat 42-43)
[6] Nama anak nabi Nuh AS yang kafir itu Qanaan, sedang putra-putranya yang beriman ialah: Sam, Ham dan Jafits.
Akhirnya Qanaan dan Istri Nabi Nuh AS disambar gelombang yang ganas dan lenyaplah ia dari pandangan, tergelincirlah ke bawah lautan air mengikut kawan-kawannya dan pembesar-pembesar kaumnya yang durhaka itu.
Nabi Nuh AS bersedih hati dan
berdukacita atas kematian puteranya dalam keadaan kafir tidak beriman dan belum
mengenal Allah. Ia berkeluh-kesah dan berseru kepada Allah
.
“Dan Nuh berseru kepada Tuhannya
sambil berkata: “Ya Tuhanku, Sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan
sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. dan Engkau adalah hakim yang
seadil-adilnya” (QS. Huud [11] ayat 45)
Kepadanya Allah SWT berfirman,
“Allah berfirman: “Hai Nuh,
Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan
diselamatkan), Sesungguhnya (per-buatan)nya[7] perbuatan
yang tidak baik. sebab itu janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu
tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya
kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan”(QS. Huud [11] ayat 46)
[7] Menurut pendapat sebagian ahli tafsir bahwa yang dimaksud dengan perbuatannya, ialah permohonan nabi Nuh a.s. agar anaknya dilepaskan dari bahaya.
Nabi Nuh segera sadar setelah
menerima teguran dari Allah bahwa cinta kasih sayangnya kepada anaknya telah
menjadikan ia lupa akan janji dan ancaman Allah terhadap orang-orang kafir
termasuk putranya sendiri. Ia sadar bahwa ia tersesat pada saat ia memanggil
putranya untuk menyelamatkan diri dari bencana banjir yang didorong oleh
perasaan naluri darah yang meng-hubungkannya dengan putranya, padahal
sepatutnya cinta dan taat kepada Allah harus mendahului cinta kepada keluarga
dan harta-benda. Ia sangat menyesali kelalaian dan kealpaannya itu dan
menghadap kepada Allah memohon ampun dan maghfirahnya.
“Nuh berkata: Ya Tuhanku, Sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakekat)nya. dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi” (QS. Huud [11] ayat 47)
6. Surutnya banjir dan berlabuhnya
kapal kemudian turun untuk kehidupan yang baru
Setelah air bah itu mencapai puncak keganasannya, maka habis binasalah kaum Nabi Nuh AS yang kafir dan zalim terkecuali mereka yang tetap beriman kepada Allah SWT. Sesuai dengan kehendak dan hukum Allah maka kemudian surutlah lautan air tersebut dengan hilang ditelan oleh bumi. Setelah airnya surut semua kemudian bertambatlah kapal Nabi Nuh AS itu di atas sebuah bukit yang bernama Judi.
“Dan difirmankan: “Hai bumi telanlah
airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,” dan airpun disurutkan, perintahpun
diselesaikan[8] dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi[9], dan
dikatakan: “Binasalah orang-orang yang zalim” (QS. Huud [11] ayat 44)
[8] Yakni: Allah telah melaksanakan janjinya dengan membinasakan orang-orang yang kafir kepada nabi Nuh AS. dan menyelamatkan orang-orang yang beriman.
[9] Bukit Judi terletak di Armenia sebelah selatan, berbatasan dengan
Mesopotamia.
“Maka Kami selamatkan Nuh dan
orang-orang yang besertanya di dalam kapal yang penuh muatan”(QS. Asy-Syu’araa’ [26] ayat 119)
Setelahnya maka Nabi Nuh AS pun oleh
Allah SWT di perintahkan untuk turun dari kapal dan kembali memulai
kehidupannya yang baru bersama mereka yang selamat dari bencana bajir dahsyat
itu.
“Difirmankan: “Hai Nuh, turunlah
dengan selamat sejahtera dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas
umat-umat (yang mukmin) dari orang-orang yang bersamamu. dan ada (pula)
umat-umat yang Kami beri kesenangan pada mereka (dalam kehidupan dunia),
Kemudian mereka akan ditimpa azab yang pedih dari Kami.” (QS. Huud [11] ayat 48)
7. Usaha penemuan bahtera Nabi Nuh
AS
Bahtera (kapal) Nabi Nuh AS telah lama menjadi kontroversi di dunia arkeologi. Sejarah juga mencatat bahwa Nuh diperintahkan Tuhan untuk membuat sebuah bahtera karena Tuhan berniat menurunkan hujan maha lebat ke bumi. Al-Qur`an mengisahkan bahwa Nuh mentaati perintah tersebut dan tepat pada waktu yang telah ditentukan Allah SWT, maka turunlah hujan yang sangat lebat ke muka bumi dan menenggelamkan semua makhluk hidup yang ada. Nabi Nuh AS beserta mereka yang tetap beriman kepada Allah SWT, binatang-binatang diselamatkan karena mengapung bersama bahtera tersebut. Al-Qur`an kemudian menceritakan bahwa bahtera tersebut berlabuh di puncak gunung Ararat.
Bahtera (kapal) Nabi Nuh AS telah lama menjadi kontroversi di dunia arkeologi. Sejarah juga mencatat bahwa Nuh diperintahkan Tuhan untuk membuat sebuah bahtera karena Tuhan berniat menurunkan hujan maha lebat ke bumi. Al-Qur`an mengisahkan bahwa Nuh mentaati perintah tersebut dan tepat pada waktu yang telah ditentukan Allah SWT, maka turunlah hujan yang sangat lebat ke muka bumi dan menenggelamkan semua makhluk hidup yang ada. Nabi Nuh AS beserta mereka yang tetap beriman kepada Allah SWT, binatang-binatang diselamatkan karena mengapung bersama bahtera tersebut. Al-Qur`an kemudian menceritakan bahwa bahtera tersebut berlabuh di puncak gunung Ararat.
Kisah yang bersumber dari Al-Qur`an
ini kemudian menjadi bahan perbincangan yang hangat di kalangan sejarawan dan
arkeolog. Ada pihak yang mendukung bahwa kisah tersebut adalah nyata, namun ada
juga yang menganggapnya hanya sekedar dongeng. Namun, perdebatan tersebut kini
berakhir dengan telah ditemukannya bukti-bukti ilmiah berkaitan dengan kisah
tersebut.
Sisa-sisa bahtera tersebut ditemukan
pertama kali oleh seorang Kapten angkatan darat dari militer Turki. Ia
menemukannya secara tidak sengaja pada waktu meneliti foto-foto wilayah
pegunungan Ararat. Kemudian untuk mengkonfirmasi temuan tersebut, diundanglah
ahli-ahli arkeologi dari Amerika Serikat untuk meneliti keabsahannya.
Pada ekspedisi ilmiah yang dilakukan
pada ketinggian 7.000 kaki, sekitar 20 mil sebelah selatan puncak gunung
Ararat, mereka menemukan sebuah kapal yang telah membatu dan diperkirakan
memilik luas 7.546 kaki dengan panjang 500 kaki, lebar 83 kaki dan tinggi 50
kaki dan masih ada tiga tingkat lagi diatasnya. Tingkat pertama diletakkan
binatang-binatang liar dan yang sudah dijinakkan. Tingkat kedua ditempatkan
manusia. Tingkat ketiga adalah hewan yang berjenis burung.
Gambar 1: Foto: Bahtera Nabi Nuh AS di Gunung Arafat
Pengukuran yang kemudian dilakukan
pada obyek tersebut menghasilkan suatu kesimpulan yang mencengangkan, karena
ukuran panjang, lebar dan tinggi penemuan arkelogi tersebut sama persis dengan
ukuran bahtera Nuh seperti yang tercantum di Al-Kitab. Saat ini, lokasi
penemuan bahtera tersebut telah menjadi obyek wisata yang dapat dikunjungi
semua orang.
Sebenarnya kapal Nabi Nuh AS yang
diyakini terdampar di gunung Ararat (Turki) telah lama ditemukan. Sejak tahun
1949, sudah ditemukan lokasinya dan kemudian dilakukan penggalian oleh
penelitian tim antropolog yang dipimpin oleh Prof. Ron Wyatt di Turki sejak
tahun 1977.
Pemotretan awal telah dilakukan oleh
Angkatan Udara AS di tahun 1949 tentang adanya benda aneh di atas Gunung
Ararat-Turki, dengan ketinggian 14.000 feet (sekitar 4.600 meter).
Awal tahun 1960, berita dalam Life
Magazine: Pesawat Tentara Nasional Turki menangkap sebuah benda mirip perahu di
puncak gunung Ararat yang panjangnya 500 kaki (150 meter) yang diduga perahu
Nabi Nuh AS (The Noah’s Ark).
Kemudian antara tahun 1999-2000
terdapat seri pemotretan oleh Penerbangan AS IKONOS tentang dugaan adanya
perahu di Gunung Ararat yang tertutup salju.
Gambar 3. Foto: Pengukuran kapal Nabi Nuh AS
Dan yang terakhir adalah penemuan
mengejutkan yang dilakukan oleh ilmuwan dan arkeolog yang tergabung di
dalam ‘Noah’s Ark Ministries International’ dari China dan Turki.
Mereka mengaku telah menemukan bahtera atau kapal Nabi Nuh AS yang digunakan
untuk menyelamatkan umat manusia dan mahluk Bumi lainnya dari bencana banjir
bah yang diyakini menenggelamkan daratan Bumi. Sisa-sisa bahtera ini ditemukan
berada di ketinggian 4.000 meter di Gunung Agri atau Gunung Ararat, di Turki
Timur. Tak hanya mengajukan klaim, kelompok peneliti ini juga menampilkan foto
dan membawa specimen dari kapal sebagai bukti penguat. Mereka juga membuat
rekaman dokumentasi di dalam benda mirip kapal, ukurannya besar, sebagian besar
permukaannya tertutup salju – yang diyakini bahtera Nabi Nuh AS yang
legendaris. Video itu membawa kita masuk ke dalam bahtera Nuh. Seperti
dilansir YouTube, para peneliti memukul-mukul papan-papan coklat,
untuk membuktikan itu terbuat dari kayu. Untuk masuk ke lambung kapal, peneliti
harus menggunakan tambang.
Begitulah hasil penelitian dan
penemuan ilmiah yang telah dilakukan sebagai usaha untuk menguak misteri yang
telah lama membuat banyak orang penasaran.
****
Semoga tulisan ini dapat
mengingatkan kita kembali akan laknat dan azab Allah SWT yang sungguh dahsyat
dan perih bila kita membangkang aturan dan ketetapan-Nya. Karena tentunya akan
menyiksa bagi siapapun, baik saat di dunia terlebih nanti ketika di yaumi
akhir. Tujuannya tidak lain adalah untuk terus memotivasi kita agar selalu
ingat dan beribadah hanya kepada Sang Maha Kuasa, yaitu Allah SWT. Senantiasa
bersyukur atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya selama ini, dan terus
meningkatkan kadar kecintaan dan keimanan kita kepada-Nya.
Wallahu `alam bishshowwab
Disadur dari:
* odeiku.wordpress.com
* http://id.wikipedia.org/wiki/Nuh
* odeiku.wordpress.com
* http://id.wikipedia.org/wiki/Nuh
*** Wong Gondang***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar